Mengenal Teh Bersama Sang Ahli
Salah satu minuman yang paling disukai oleh orang Indonesia, adalah teh. Bener nggak? Coba perhatiin. Kalau kamu main ke rumah teman atau saudara, biasanya disuguhin teh. Makan baso di warung langganan, minumnya es teh. Lagi bete kepanasan di jalan, mampir indomaret, belinya teh kemasan. Malem-malem masuk angin, dikerokin terus dibikinin teh panas ama ibu. Yah intinya, orang-orang memang demen banget sama teh. Saya termasuk salah satu penggemar berat minuman yang satu ini. Mungkin karena sejak kecil sudah terbiasa disuguhi teh tiap pagi dan sore, dan juga lebih ramah di perut saya dibandingkan kopi.
Jadi nggak heran kalau di Indonesia ini produksi teh nya melimpah ruah. Konon menurut statistik, Indonesia ini memproduksi lebih dari 100,000 ton teh tiap tahunnya. Setengahnya diekspor ke luar negeri. Sebagai salah satu negara penghasil minuman dengan kadar antioksidan yang tinggi ini, kita patut bangga dong. Tapi sayangnya, nggak semua orang Indonesia tau cara menyeduh teh yang baik dan benar. Standarnya orang cuma tau masak air panas, seduh daun teh, beres. Atau lebih simpel lagi: ambil air panas di dispenser, masukin teh celup. Kasih gula. Hayo ngaku, kamu tipe yang mana? Padahal, menyeduh teh yang baik dan benar supaya kandungan antioksidan dan zat-zat lain di dalamnya bisa terserap dengan baik oleh tubuh kita itu, melibatkan banyak hal. Jenis air, suhu air yang tepat, kualitas teh, kuantitas atau jumlah teh, peralatannya (teko), dan waktu penyeduhannya. Itu semua berpengaruh banget. Standarnya, menyeduh teh itu menggunakan air bersuhu 70 derajat Celcius selama 3-4 menit. Dan jangan didiemin seharian yah, hehehe.
Beruntunglah saya yang dapat kesempatan untuk mengikuti workshop teh alias Tea Class di 5758 Coffee Lab bersama salah satu pakar teh di Indonesia, ibu Ratna Somantri. Ibu Ratna Somantri ini walaupun masih muda (kalau nggak salah kelahiran tahun 1978) tapi sudah menjadi Ketua Dewan Teh Indonesia pada periode 2014-2017, dan juga menulis buku tentang seluk-beluk teh yang berjudul Story In A Cup Of Tea. Beliau ini sudah belajar mengenai teh di berbagai negara di dunia. Jadi waktu saya dengar kalau 5758 Coffee Lab membuat workshop tentang teh bersama ibu Ratna, tentu saja saya langsung bersemangat daftar! Kapan lagi kan belajar tentang teh dari pakarnya langsung.
Suasana workshop di 5758 Coffee Lab ini sangat menyenangkan, seperti workshop Kopi yang sebelumnya saya ikuti di tempat yang sama. Pesertanya nggak banyak-banyak amat, jadi bisa lebih konsen dan bisa tanya-tanya lebih detil. Dan nggak kaku atau membosankan sama sekali, soalnya ibu Ratna ini orangnya super ramah dan menyenangkan dalam memberikan materi. Kita juga diberi icip-icip langsung berbagai jenis teh yang ada di dunia – banyak banget!
Dari workshop ini, saya jadi tahu ada lima tipe teh, yaitu: teh putih, teh hijau, teh hitam, teh Oolong, dan Pu-Erh. Apa bedanya dari kelima tipe ini? Nanti saya bahas di postingan terpisah ya. Kalau di sini ntar kepanjangan, kalian bosen bacanya. Nah, Indonesia itu sejak jaman dulu terkenal sebagai salah satu penghasil teh hitam terbaik di dunia. Dulu orang-orang Eropa (termasuk Belanda yang mendudukin negara ini) demen banget ama teh hitam, karena rasanya yang lebih ‘kuat’.
Kenapa Indonesia lebih banyak memproduksi teh hitam? Gini lho. Biar gampangnya aja ya. Seperti halnya kopi yang punya jenis robusta dan arabica, di dunia teh juga ada varietas yang namanya Sinensis (yang berasal dari China) dan Assamica (yang berasal dari daerah Assam, India). Nah, di Indonesia ini tipe teh yang tumbuh itu mayoritas jenis Assamica. Jenis daun teh inilah yang paling cucok menjadi teh hitam, karena rasanya yang lebih sepet, lebih ‘bold’, yang oleh orang-orang Eropa biasanya dicampur susu. Sementara kalo daun jenis Assamica ini diolah menjadi teh hijau, bisa-bisa aja sih, tapi biasanya lebih enak kalau diolah lagi (misalnya dengan melati). Makanya teknik ini yang banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan produsen teh kemasan.
Saking banyaknya produksi teh di Indonesia, makanya kualitas teh di negara kita ini nggak bisa premium-premium amat. Soalnya – berbeda dengan Jepang, misalnya – mulai dari proses pemetikan daun tehnya aja di sini nggak ada standar QA (quality assurance) yah. Belum lagi, setelah dipetik kudu langsung diproses, dan karena produksi kita banyak ya jadi ngantri deh. Selama ngantri itu, daun teh yang baru diproses kan udah mengalami proses oksidasi juga. Beda kalo kaya di Jepang, yang metik tehnya aja musti bener-bener teliti. Yah, di sana emang perkebunan teh nya paling cuma seperempat luas di Indonesia sih. Pemrosesannya juga jadi lebih cepet, karena produksinya kan lebih dikit. Makanya teh dari Jepang lebih mahal dari teh negara kita.
Ada dua jenis pemrosesan teh hitam, yaitu CTC (Crush, Tear, and Curl atau Cut, Tear and Curl) dan Orthodox. Kalo diproses secara CTC tuh biasanya setelah diseduh langsung keluar warnanya. Makanya proses ini cocok banget buat bikin teh celup. Nah, hampir 100% teh hitam yang ada di Indonesia ini diproses secara CTC alias dicacah, karena besarnya permintaan pasar (industri minuman). Sementara kalau teh yang diproses secara Orthodox alias lebih ‘manual’ kan lebih lama yah, jadi lebih mengeluarkan aromanya.
Di Tea Class ini saya mencicipi berbagai jenis teh, melatih lidah untuk mengenal perbedaan antara satu jenis dengan yang lainnya. Ternyata mempelajari teh itu jauh lebih rumit daripada kopi. Beberapa teman saya, termasuk Restu sang barista Kopi Dewa saja mengakui, mendingan belajar kop daripada teh, ribet soalnya, hehehe. Tapi saya seneng banget sih, karena seperti yang ibu Ratna bilang, belajar teh itu bisa seumur hidup. Yah, paling tidak dengan adanya Tea Class ini, saya sudah mengenal sedikit lebih banyak tentang teh, walaupun masih seujung kuku. Hehehe.
Terima kasih ya 5758 Coffee Lab yang sudah memfasilitasi Tea Class ini. Semoga di lain waktu, bakal ada lagi workshop-workshop mengenai teh yang lebih mendalam (ini kode keras buat 5758 Coffee Lab sih). Juga terima kasih kepada ibu Ratna Somantri yang sudah berbagi ilmu bermanfaat tentang teh. Dan semoga saja, saya bisa lebih mengenal teh dari negara-negara lain seperti yang sudah dipelajari oleh ibu Ratna.
Foto-foto diambil oleh kang Restu dari Kopi Dewa yang kameranya jauh lebih bagus daripada henpon saya, hehehe. Nuhun ya kang!
test comment chib