Keluyuran di Jakarta: Terjebak Ganjil-Genap, atau Naik Bus?
Gegap gempita event Asian Games dan Asian Para Games 2018 sudah selesai. Masih kebayang serunya dua event olahraga terbesar di Asia itu ketika berlangsung di Jakarta. Rasanya saat itu setiap orang Indonesia ikut semangat mendukung dan bangga dengan negara ini.
Tapi nggak cuma itu, kedua event berskala Internasional ini juga melahirkan salah satu kebijakan paling kontroversial tahun ini. Yaitu… Perluasan skema ganjil – genap di ibukota. Itu lho, kebijakan kendaraan bermotor dengan plat nomor ganjil dan genap sesuai tanggal. Jadi kalo tanggal ganjil, yang boleh lewat daerah tertentu ya yang plat nomor kendaraannya ganjil, dan begitu juga untuk tanggal genap. Sejak uji coba ini pertama kali diberlakukan secara resmi, kebijakan ini banyak mengundang opini yang terus berkembang. Seperti kebijakan pemerintah lainnya, perluasan skema ganjil – genap sempat mendapat suara minor dari masyarakat. “Ah bikin ribet nih, jadi nggak bisa bebas kemana-mana tiap hari.” Atau, “Jadi repot kan kudu cari jalan alternatif.” Ya kurang lebih gitulah keluhan orang-orang (terutama orang Jakarta) saat pertama kali kebijakan ini akan diberlakukan.
Tapi selain keluhan-keluhan tadi, ada juga opini lain yang mendukung. Kenapa? Karena kebijakan ini nyatanya telah membawa dampak yang luar biasa. Paling nggak ada tiga hal yang bisa kita ambil dari kebijakan inisiatif Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) ini, yaitu: pengorbanan, umpan balik (feedback) atau dampak, dan efek yang saling berhubungan. Oke, coba kita bahas satu-satu ya.
Pengorbanan
Yup, pengorbanan ini dilakukan oleh kita yang menggunakan mobil pribadi sehari-hari. Kita jadi nggak bisa bebas bawa kendaraan kita setiap hari. Meskipun membayar pajak untuk setahun, tapi kalo cuma dipake di Jakarta aja, maka kita dapat menggunakan mobil itu hanya kurang lebih 182 hari dalam setahun. Jadi sebagian dari kita (iya saya tahu, nggak semua orang bisa) harus mulai membiasakan diri untuk beralih ke transportasi publik. Mulai belajar naik bus (TransJakarta) atau kereta (commuter line). Tapi percayalah, dibalik tiap pengorbanan maka akan selalu ada kemudahan. Pengorbanan yang kita lakukan itu bisa menghasilkan sederetan dampak baik.
Dampak
- Akselerasi kecepatan rata-rata kendaraan
Salah satu dampak baiknya adalah akselerasi kecepatan rata-rata kendaraan. Pak Bambang Prihartono, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), mengatakan bahwa kecepatan rata-rata kendaraan di Jakarta meningkat dari 21 km/jam menjadi 45 km/jam. Waktu tempuh juga menurun hingga 50%. Nah, inilah bukti bahwa pengorbanan kita nggak sia-sia. Semua kendaraan bisa melaju lebih cepat jadi waktunya lebih efisien. Kondisi ini nih yang bisa kita nikmati kalo pas pake kendaraan pribadi. Kalo Kepala BPTJ sampai mengklaim kaya gitu, maka bener kan pengorbanan kita juga ikut ngebantu mengurai kemacetan Jakarta, yang selama ini berada di posisi 19 kategori kota termacet di dunia. - Penurunan emisi karbon yang cukup signifikan
Udara Jakarta yang biasanya bikin sesak napas karena polusinya, akhirnya berangsur-angsur membaik dengan adanya skema ganjil – genap ini. Menurut data BPTJ sih, emisi karbon turun hingga 28%. Bahkan kalau kita perhatiin nih, langit Jakarta kadang terlihat lebih biru dan lebih cerah lho (kalo nggak pas mendung ya hehehe). Coba pikir deh, kalo udaranya bagus kan paru-paru kita jadi lebih sehat kan.
Chain Reaction
Alias efek yang saling berhubungan. Kalo liat data dari BPTJ, volume kendaraan di jalanan yang berkurang sekitar 30% itu nggak cuma ngaruh ke akselerasi kecepatan rata-rata kendaraan, tapi juga ngaruh ke angka kecelakaan yang menurun hingga 20%. Juga semakin banyak orang yang beralih ke kendaraan umum. Saya sendiri aja kalo di jakarta lebih nyaman naik busway (TransJakarta). Kenapa? Soalnya murah, dan lebih ga kena macet (kan pake jalur sendiri) hehehe. Menurut data, jumlah penumpang bus Transjakarta meningkat sampai 40%. Jumlah penumpang kereta rel listrik (KRL) juga naik sebesar 20%. Jadi kan kita udah ngebantu ngasih pemasukan lebih untuk negara dan perawatan transportasi publik. Kalo menurut Pak Bambang Prihandono, skema ganjil genap ini ngefek banget ke dampak ekonomi Jakarta, jadi bisa menghemat bahan bakar minyak sampai Rp14 triliun per tahun. Wuiiii hebat juga ya!
Jadi kalo saya liat ya, ‘pengorbanan-pengorbanan’ yang kita lakukan untuk mendukung kebijakan perluasan skema ganjil – genap ini bisa memberikan keuntungan yang nggak cuma buat diri sendiri, tapi juga untuk orang banyak – bahkan untuk negara kita juga. Kalo di negara-negara maju – nggak usah jauh-jauh deh, di Singapura aja yang sebelahan – penduduknya bisa dengan nyaman naik transportasi umum setiap hari, masa kita nggak bisa sih. Memang masih perlu banyak perbaikan di sana-sini, tapi ya semua juga butuh proses, seperti proses kita beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Kalau semakin banyak orang di sekitar kita yang sadar bahwa kebijakan perluasan skema ganjil – genap ini bisa membawa kebaikan bagi diri sendiri dan lingkungan, pastinya Jakarta bisa berbenah lebih baik lagi ya. Yah, yang namanya kebijakan baru pasti banyak menimbulkan pro dan kontra. Tapi kalo diliat dari manfaatnya, saya sih dukung yang bisa bikin Indonesia jadi lebih bagus.
Gimana dengan kamu? 🙂