Indahnya Masa Kecil Menjadikan Anak yang Berbahagia
Apakah kamu masih ingat bagaimana masa kanak-kanakmu? Saya masih ingat samar-samar. Yang saya ingat sih, masa kecil saya cukup bahagia. Saya sering pindah-pindah sekolah, tetapi saya selalu cepat mendapat teman-teman baru. Saya punya orangtua yang jarang sekali memarahi, tetapi selalu membimbing dan memberitahu apa yang benar dan yang salah. Semua itu saya rasa yang akhirnya membentuk saya menjadi Ratri dewasa saat ini.
Sebagian dari kita mungkin tidak mempunyai kenangan masa kecil yang menyenangkan. Tapi namanya hidup – tidak harus selalu menyenangkan, bukan? Justru kepahitan dan pengalaman-pengalaman itulah yang kelak menjadi bahan pembelajaran kita untuk bisa bersikap lebih baik – dan membentuk masa depan yang lebih baik lagi.
Saya memang belum menjadi orangtua. Saya belum berkeluarga, jadi saya nggak tau juga gimana rasanya membesarkan anak. Tapi saya punya adik-adik dan berkaca dari pengalaman hidup saya sedari kecil, dan melihat bagaimana anak-anak jaman sekarang tumbuh besar. Berhubung sebentar lagi adalah Hari Anak Nasional, mungkin sebagai ‘mantan’ anak-anak, saya ingin merefleksi apa yang membuat masa kecil saya berkesan dan berguna di kehidupan saya sekarang ini.
-
Saya belajar bahwa setiap anak itu berbeda. Ada yang pintar, ada yang hiperaktif, ada yang pendiam, ada yang manja, dan lain-lain. Pun ada yang dari keluarga muslim, ada yang menganut agama Kristen, dan lai-lain. Setiap anak itu unik, jadi sudah seharusnya kita belajar untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan-perbedaan itu sejak dini. Tidak perlu merasa paling benar. Waktu saya kecil, saya tidak pernah membeda-bedakan teman, semua saya ajak bermain. Karena jiwa anak-anak masih murni dan tak mengandung kebencian, semoga para orangtua pun bisa mengajarkan cinta kasih kepada sesama manusia sejak dini.
-
Jangan takut kotor. Kalau saya lihat sekarang kayanya banyak orangtua yang over-protektif ya, hehehe. Lihat anaknya jatuh dan kena tanah, langsung takut. Lihat anaknya main di dekat becekan, langsung dilarang. Hmmm… Waktu saya kecil dulu, orangtua saya selalu membiarkan saya menjelajahi alam sekitar saya. Main petak umpet di kebon pisang, main air di empang, manjat pohon jambu tetangga, atau main masak-masakan pakai daun dan tanah. Yang penting kan begitu sampai di rumah, langsung mandi bersih dan ganti baju. Berani kotor itu baik (duh jadi kaya iklan sabun cuci) – karena selain daya tahan anak jadi lebih tangguh, juga nggak gampang jijikan.
-
Belajar bertanggungjawab. Saya ingat waktu kecil dulu saya jarang sekali dilarang untuk ini-itu. tetapi setiap saya ingin melakukan sesuatu, saya selalu diberitahu risikonya dan ditanya apakah saya siap menjalankan tanggungjawabnya. Misalnya, saya ingin punya Tamagochi (orang jaman sekarang tau nggak sih, tamagochi itu apa? Itu lhooo mainan seperti hewan peliharaan digital). Pertama-tama, saya diberitahu berapa harganya. Orangtua saya menanyakan, apakah saya sanggup menyisihkan uang jajan untuk membeli Tamagochi itu. Kalau sanggup, ada aturan-aturan yang harus saya patuhi, misalnya hanya boleh main Tamagochi sepulang sekolah, harus beresin pekerjaan rumah (PR) dulu sebelum ngurusin Tamagochi piaraan. Kalau saya lalai, ya Tamagochi saya bakal disita Mama. Kebiasaan bertanggungjawab ini saya terapkan terus hingga sekarang – saya selal melihat apa konsekuensi dari keputusan-keputusan yang akan saya ambil dan apakah saya berani mengemban tanggungjawab itu.
-
Pentingnya sopan santun. Sejak kecil saya dididik untuk selalu berlaku sopan kepada semua orang, terutama orang yang lebih tua. Karena keluarga saya adalah keluarga Jawa, dulu saya hanya boleh menggunakan bahasa Kromo Inggil (bahasa Jawa halus) untuk berbicara kepada kakek nenek dan paman bibi saya (kalau sama orangtua saya sih pakai bahasa Indonesia karena kami tinggal di Jakarta). Setiap lewat di depan mereka harus permisi, setiap menerima apapun harus berterima kasih, dan kalau meminta sesuatu atau menyuruh pembantu harus memakai kata ‘tolong‘. Kalau saya lupa? Ya bakal diingatkan atau dicuekin sampai saya sadar. Jadi kalau sekarang saya suka lihat anak-anak yang kurang ajar sama orangtua atau ART tuh rasanya hmmmm ingin menoyor kepala orangtuanya hahaha.
-
Peduli lingkungan sejak dini. Sejak kecil sampai sekarang, saya selalu dididik untuk membuang sampah pada tempatnya. Makan permen, bungkusnya dibuang di tempat sampah atau bawa di dalam saku/tas sampai menemukan tempat sampah. Di rumah pun saya diajari untuk membersihkan kamar sendiri, dan membantu ibu saya menyapu rumah dan halaman. Kalau ada sampah, ya dibuang di tempat sampah. Karena ‘kebersihan adalah bagian dari iman‘, maka sejak kecil saya selalu diajari untuk menjaga kebersihan lingkungan. Makanya jangan heran kalau sampai sekarang saya suka memarahi orang-orang yang suka seenaknya buang sampah di jalan.
Rasanya masih banyak sih ajaran-ajaran orangtua dan pengalaman-pengalaman masa kecil saya yang saat ini saya rasakan manfaatnya. Saya bersyukur, apa yang saya alami saat kecil ternyata bisa membawa saya menjadi manusia yang baik. Saya berharap sih para orangtua saat ini juga menyadari bahwa apa yang mereka terapkan ke anak-anak akan berdampak sampai mereka dewasa nanti. dan anak-anak selalu meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Jadi kalau orang dewasa berbuat hal yang tidak baik, ya jangan salahkan anak-anak kalau mereka jadi menirunya. Makanya berat juga ya tanggungjawab jadi orangtua, karena harus mencontohkan hal-hal baik pada anak.
Kalau kamu, apa saya menurutmu pengalaman masa kecilmu yang berguna sampai dewasa kini dan ingin kamu contohkan ke anak-anakmu kelak?