Travel

Menyambut Pagi di Kawah Ijen

Posted on in Travel
Mandi matahari di ketinggian 2443 mdpl

Banyuwangi adalah sebuah daerah (kabupaten) yang komplit, karena selain berada di garis pantai, juga memiliki pegunungan.Selain Gunung Raung yang masih aktif, juga satu yang paling terkenal dengan kawahnya, yaitu Gunung Ijen. Gunung ini terletak di ketinggian 2.443 meter di atas permukaan laut, dan masih aktif sampai sekarang.

Sebelum saya ke Banyuwangi minggu lalu, saya sempat browsing dulu nih di internet, kenapa sih Kawah Ijen ini terkenal sekali. Ternyata salah satunya adalah fenomena Blue Fire yang ada di kawah ini. Blue Fire alias api berwarna biru yang muncul di malam hari adalah reaksi dari panasnya gas belerang dari kawah gunung yang bercampur dengan udara. Nggak tentu juga sih kapan si blue fire ini muncul, jadi saya setengah berharap semoga saya bisa menyaksikan sendiri si api biru (yang bukan dari kompor) ini di Kawah Ijen.

Jadilah malam itu saya dan teman-teman bersiap-siap dari hotel untuk mendaki Kawah Ijen. Sebenarnya agak gila juga sih, soalnya siangnya kami baru saja trekking ke Teluk Hijau (Green Bay) dan main di Pulau Merah, baru kembali ke hotel pukul 9 malam. Kaki masih agak pegel, hehehe. Itu sebabnya mas Jaya, pemandu kami mewanti-wanti, kalau fisik kami sekiranya nggak kuat, lebih baik nggak usah dipaksain untuk ke Ijen. Karena yang namanya naik ke gunung itu kan bukan urusan sepele ya. Kalau kenapa-napa di sana, susah nyari bantuannya. Maka kami memutuskan untuk beristirahat dulu di hotel, recharge energi sebelum memantapkan hati untuk ke Ijen.

Pukul 1:00 dini hari kami sudah bersiap untuk ke Ijen. Karena pintu masuk Kawah Ijen dibuka pada pukul 2:00 dini hari, jadi sebenarnya pas kalau kami berangkat dari hotel pukul 1. Akhirnya kami berangkat sekitar pukul 2. Sekitar pukul 3:00 kami sampai di kaki Kawah Ijen.

Tips Mendaki Gunung Ijen

Penting nih. Untuk yang mau naik ke Kawah Ijen (apalagi kalau kamu anak kota yang jarang-jarang main ke gunung), jangan lupa untuk:

  1. Siapkan kondisi fisik
    Karena walaupun cuma 3 km, tapi nanjak naik gunung itu tetep aja butuh kekuatan fisik yang oke. Apalagi tekanan udara di ketinggian lebih dari 2000 meter di atas laut itu lebih tipis, dan bercampur gas belerang. Kalau nggak yakin, mending nggak usah maksa deh.
  2. Patuhi peraturan yang ada dan petunjuk guide
    Nggak perlu sok tau atau sok jago. Tiap daerah pasti punya peraturannya sendiri-sendiri, dan walaupun misalnya kamu sudah sering naik gunung pun, kondisi alam bisa berubah setiap saat. Lebih baik ikuti peraturan dan nasihat daripada nantinya malah mencelakai diri sendiri.
  3. Bawa senter / head lamp.
    Karena kan naiknya tengah malam ya, gelap banget di jalan.
  4. Pakai jaket dan sarung tangan.
    Karena hawa di pegunungan pastinya lebih dingin, jadi persiapkan diri. Kalau kamu tidak tahan dingin, boleh juga bawa hand-warmer.
  5. Pakai masker / Buff
    Karena Kawah Ijen itu merupakan danau belerang, jadi baunya pasti sangat menyengat. Bahkan mengandung gas beracun juga. Jadi lebih baik lindungi pernafasan supaya aman.
  6. Bawa tongkat / walking stick.
    Jalur penanjakan ke Kawah Ijen itu kemiringannya sekitar 35 derajat dan tanahnya bercampur pasir jadi lebih licin dan sulit didaki, jadi akan lebih mudah untuk berjalan naik/turun dengan bantuan tongkat.
  7. Pakai Sunblock terutama di wajah dan area yang terpapar udara
    Sebaiknya dipakai menjelang matahari terbit. Soalnya walaupun dingin, namanya di atas gunung itu paparan matahari lebih kuat lho.
  8. Jangan lupa buang air kecil sebelum naik
    Karena di atas sana nggak ada WC. Kalau kepepet? Ya kamu harus pintar-pintar cari semak-semak belukar di dekat rest area untuk mengosongkan kandung kemih.
Gerbang masuk ke pendakian Kawah Ijen

Perjalanan dari pintu masuk (Paltuding) menuju puncak Ijen itu jaraknya sekitar 3 kilometer. Dengan medan yang kecuramannya sekitar 35 derajat tadi. Hmmm, saya sih berdoa aja moga-moga kaki saya kuat. Paha saya udah agak kenceng hasil dari Teluk Hijau tadi soalnya, hehehe.

Setelah berjalan sekitar 1 km, lama-lama saya mula pesimis nih. Teman-teman saya sudah berjalan mendahului saya, sementara saya lebih banyak berhentinya. Duh, tapi kalau mundur kok sayang ya. Kepala saya pun mulai sakit sebelah alias migren. Entahlah, mungkin karena kecapean atau perbedaan tekanan udara yang bikin oksigen semakin tipis, atau karena dua-duanya.

Ojek Termahal di Banyuwangi

Di saat itulah ada beberapa bapak-bapak penambang belerang yang menawarkan jasa ‘ojek’. Ojeknya bukan berupa motor (karena tidak boleh ada kendaraan bermotor yang naik ke Kawah Ijen ini selain milik petugas penjaga Kawah Ijen yang memantau aktivitas kawah dan para penambang). Ojek yang dimaksud bapak ini adalah gerobak yang biasa dipakai untuk mengangkut karung-karung belerang. Mereka menawarkan untuk menarik saya ke atas dengan gerobak itu. Hehehehe…. Menarik juga nih tawarannya.

Ini bapak penambang belerang dan gerobaknya yang bisa dipakai buat jadi ‘ojek’ sampai ke puncak Ijen

Untuk membawa satu orang di gerobak ke puncak Ijen membutuhkan tenaga tiga orang – satu mendorong dari belakang, dan dua orang menarik di depan. Dan karena medan yang cukup berat, dan jarak yang lumayan jauh (masih sekitar 2 km lagi), jadi setelah menawar harga ‘ojek’ ini, akhirnya kami sepakat di harga Rp 500,000. Iya, lima ratus ribu rupiah sekali angkut. Inilah ojek termahal yang pernah saya tumpangi. Tapi demi melihat keindahan Kawah Ijen, nggak apa-apa lah sekali ini ya. Daripada saya pingsan di tengah jalan, kan lebih bahaya lagi.

Matahari sudah mulai bersiap untuk terbit saat saya menjadi ‘princess’ yang diangkut gerobak menuju puncak. Hahaha rasanya agak malu sih, tapi kaki dan kepala saya sama-sama nyut-nyutan jadi yah mau gimana lagi ya. Kami sempat beristirahat di beberapa tempat terutama setelah medan tanjakan yang lumayan curam, dan juga di sebuah rest area (sekitar 1 km sebelum puncak).

Penanda jalan di tempat beristirahat dalam perjalanan menuju Kawah Ijen. 1 km lagi!

Setelah beristirahat sejenak di rest area sambil ngopi-ngopi, pelan-pelan kondisi kaki saya sudah lumayan membaik. Matahari juga sudah mulai naik, meninggalkan warna biru muda dan semburat pink di langit. Hmmm, kayanya nggak bakal kekejar ngeliat blue fire nih. Yah nggak apa-apa juga sih. Yang penting bisa sampai di puncak. Jadi saya dan tiga bapak ojek saya kembali melanjutkan perjalanan ke puncak. Sesekali saya jalan (kan kasian juga liat mereka ngos-ngosan narik saya, di situlah saya merasa harus mulai diet), sesekali saya kembali naik gerobak.

Dalam perjalanan menuju puncak Ijen, bisa melihat siluet gunung Raung yang malu-malu tertutup kabut pagi

Danau Hijau dan Asap Kuning

Dan akhirnya setelah 1 kilometer terakhir berhasil dilalui, sampai juga saya di Kawah Ijen. Horeeee! Pas banget matahari hampir terbit di balik bukit. Warna kawah yang hijau tampak seperti danau yang tenang dan berkabut, padahal di situlah belerang panas dengan gas yang berbahaya bersarang.

Inilah kawah Ijen, dengan danau hijau dan asap belerang yang mengepul

Akhirnya tercapai juga cita-cita saya ke Kawah Ijen. Pemandangannya baguuuus, udaranya sejuk (yah setelah mataharinya terbit sempurna sih jadi agak panas ya), dan walaupun nggak bisa lihat Blue Fire, tapi saya bisa lihat kepulan asap belerang yang kekuningan di danau hijau aja udah seneng banget rasanya. Apalagi matahari pagi itu cerah dan pelan-pelan membuat dunia tampak jauh lebih indah (tsaaahhh).

Senang sekali rasanya bisa menyambut pagi di kawah Ijen bersama teman-teman blogger yang baru sekali ketemu rasanya sudah akrab bertahun-tahun. Terima kasih kepada Kementerian Pariwisata yang sudah mengajak saya jalan-jalan bareng untuk menjelajahi pesona Banyuwangi yang tidak ada habisnya.

Senangnya bisa ke Kawah Ijen bersama teman-teman Pesona Banyuwangi!

Cek juga tweet-tweet dan tulisan-tulisan lain di blog saya dan kak Aini, kak Rinda, kak Mawski dan kak Fahmi di tagar #PesonaBanyuwangi #PesonaIndonesia untuk cerita keseruan-keseruan lainnya ya 🙂

0 Replies to “Menyambut Pagi di Kawah Ijen”

  1. Kapan ya terakhir kali naik Gunung? Kayaknya 2012. Huhuhu… Kangen ih. Belom pernah ke Ijen. Cuma baru di sekitar Bandung. Lembang, Ciwidey, sama Garut. Ih, kudet, ya. 🙁

    • hahaha ya kudu siap2 menyibak semak2 :)))) kata temen gue yg kemaren kesana, di dalam semak2 banyak tuw yg mempraktekkan hahahhahaa

  2. Semalam lho aku baca ini, tapi gak sempet komen. Eh… jam 2 tadi kebangun gara2 mimpi lewat perempatan yang mau ke Kawah Ijen. Dari kejauhan tampak menyala2 gitu semacam memanggil hati nurani hahah…

    Terus yah , akhirnya mundur lagi dan belok ke jalan menuju Kawah Ijen… baru aja turun dari mobil sama anak-anak terus inget kata Chibi, ojeknya 500 ribu. Dan mimpi pun bubar… gak jadi naik ke Kawah Ijen. Aku sedih

Leave a Reply to ratri Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *